
Banda Aceh_ pada tanggal 1 Oktober 2025, Radio Republik Indonesia (RRI) Provinsi Aceh menggelar dialog interaktif bertema “Membangun Indonesia Tanpa Kemiskinan” dengan menghadirkan Dr. Sri Wahyuni, S.E., M.Si., CDM (Dosen PS Ekonomi Pembangunan Universitas Almuslim) sebagai narasumber. Dalam forum ini ditegaskan bahwa kunci pengentasan kemiskinan terletak pada penciptaan lapangan kerja berkualitas melalui sektor pertanian modern, industri manufaktur, dan kewirausahaan berbasis teknologi.

Ia menyoroti fakta bahwa meskipun angka kemiskinan perdesaan terus menurun, tingkat kemiskinan di desa masih lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. Oleh karena itu, modernisasi pertanian harus menjadi fokus utama agar desa tidak lagi menjadi kantong kemiskinan.
“Kalau pertanian hanya dipandang sebagai pekerjaan kasar, anak-anak muda akan lari ke kota. Tapi bila pertanian dikembangkan dengan teknologi—drone, sensor, e-commerce, bahkan smart farming—maka justru akan jadi magnet baru bagi generasi muda,” jelasnya.
Selain pertanian, Sri Wahyuni juga menekankan peran industri manufaktur berbasis teknologi dan agroindustri. Pengolahan hasil pertanian menjadi produk bernilai tambah, menurutnya, mampu menyerap tenaga kerja sekaligus meningkatkan daya saing produk lokal. “Manufaktur yang berdaya saing membuka lapangan kerja formal dan memberi kepastian upah, ini jalan paling cepat keluar dari kemiskinan,” tambahnya.
Lebih jauh, kewirausahaan berbasis teknologi disebut sebagai ruang baru bagi anak muda Indonesia. Startup agritech, fintech untuk petani, hingga platform digital pemasaran produk pertanian dapat menjadi jalan bagi generasi muda bukan hanya sebagai pencari kerja, tetapi pencipta lapangan kerja.
Dialog ini juga menyinggung momentum bonus demografi yang akan berlangsung hingga tahun 2035. Menurutnya, Indonesia memiliki 70 persen penduduk usia produktif yang bila diarahkan pada sektor produktif bisa menjadi berkah besar. “Kalau anak muda diarahkan pada pertanian modern, manufaktur, dan kewirausahaan digital, bonus demografi akan menjadi energi Indonesia Emas 2045. Tapi kalau tidak, justru berpotensi melahirkan kemiskinan baru,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Sri Wahyuni juga menegaskan bahwa pengentasan kemiskinan memerlukan sinergi multipihak. Pemerintah berperan sebagai perancang kebijakan inklusif, dunia usaha atau pihak swasta sebagai pencipta lapangan kerja, UMKM dan koperasi sebagai penggerak ekonomi rakyat, masyarakat sebagai motor solidaritas sosial, serta akademisi sebagai penyedia inovasi dan basis pengetahuan melalui riset-riset yang aplikatif untuk mendukung kebijakan berbasis bukti.
Di akhir dialog, ia menutup dengan optimisme: “Kita tidak ingin Indonesia Cemas, kita ingin Indonesia Emas. Caranya adalah dengan memberi ruang bagi anak muda, modernisasi sektor pertanian, memperkuat industri manufaktur, dan mengembangkan kewirausahaan teknologi. Dari situlah kemiskinan bisa kita hentikan”.(Muzammil)
