Cerita di balik sampainya ‘almanak’ Umuslim sampai ke pelosok-pelosok.

Mentari sudah mengarah ke barat (31/12/2014), buru-buru menlnggalkan kampus induk menuju kampus B. Saya hubungi keluarga di rumah untuk menemani perjalanan ke wilayah Aceh Utara. Anak-anak  dan istri sangat senang berpartisipasi untuk mendistribusikan sang ‘almanak’ agar sampai ke pelosok-pelosok daerah agar mereka lebih mengenal dan dekat dengan kampus Umuslim.  Apalagi di hari-hari biasa saya terkadang terlalu asyik dengan pekerjaan, baik itu di kampus maupun di rumah. Ketika waktu ada kesempatan seperti ini, tentu disambut dengan gembira.

Dimulai dari ujung timur kota Panton Labu, silih berganti anak-anak turun mendistribusikan ‘almanak’, karena hari suasana libur berusaha menemui penjaga sekolah. Pemandangan miris dimana-mana, masih ada pengungsi di tepian jalan Negara, kasur dan peralatan masih berserakan di seputar pemukiman. Istrahat sebentar di Alue Ie Puteh, untuk kebersamaan dengan keluarga acara makan bakso.

Akhirnya senjapun tiba singgah untuk shalat maghrib di SPBU Lhoksukon, telpon berdering tapi tidak dapat diangkat dan dijawab. Selesai shalat baru  saya jawab lewat SMS ‘maaf berhenti shalat maghrib’. Perjalanan dilanjutkan memasuki wilayah Matangkuli sekitarnya, jalan agak rusak karena banjir kendaraan tidak dapat berjalan kencang. Sms masuk ‘Al, pengiriman klender agar dilanjutkan esok siang ya? Para cucu di rumah ingin jajan di luar’, saya minta istri saya menjawab singkat ‘Km lg keluar dr matang, jalannya jelek jadi susah.’

Perasaan sudah kurang nyaman, rasanya bagaimana ! Tapi ini saya lakukan bukan untuk main-main, tetapi menjalankan amanah yang diberikan kepada saya. Agak setengah terburu memacu kendaraan, sementara di kota agak hingar binger karena menjelang pergantian tahun. Tapi ada himbauan dari salah satu Ormas agar tidak mengadakan keramaian untuk menyambut tahun baru.

Hari kedua perjalanan (1/1/2015), untuk menjaga agar tak terburu-buru dan suasana lebih nyaman setelah membereskan pekerjaan rumahnya, saya mengajak istri tercinta dengan kendaraan bermotor. Start dimulai dari Bayu, Simpang Keramat, Buluh Blang Ara, Nisam, dan Dewantara. Perjalanan ini juga membuat hati miris, karena ada petani yang tak sempat memetik hasil panen. Disebabkan banjir yang melanda persawahan mereka. Di sepanjang jalan masyarakat dengan ramahnya mengajak singgah untuk ‘kauri mulod’. Tapi semua dijawab dengan terima kasih karena waktu, dan mentaripun teramat menyengat kulit.

Hari ketiga (2/1/2015) melanjutkan pendistribusian seputar Lhokseumawe bersama ‘anak lajang’ saya yang nomor dua, menjelang shalat Jum’at  kami akhiri.

Hari keempat (3/1/2015) saya lanjutkan seorang diri untuk melengkapi daerah Lhokseumawe dan sekitarnya. Selesailah sudah amanah kepada saya untuk mendistribusikan sang ‘almanak’ yang menjadi jembatan Umuslim dengan sekolah-sekolah di daerah. Semoga masyarakat di Aceh lebih mengenal Umuslim yang dengan ridha Allah SWT, 80 % Prodinya berakreditasi B. Jayalah Umuslim semoga lebih banyak berkiprah membangun generasi Aceh mendatang. (al)