PARADIGMA

Pada tulisan terdahulu, saya pernah menyinggung tentang perubahan paradigma, tentunya pada kesempatan ini saya tidak mengajari para pembaca, namun saya menulis ulang dan mengajak para pembaca untuk mengkaji kembali tentang peran, kedudukan dan cara menghargai perbedaan paradigma. Sehingga paradigma ini akan berpengaruh terhadap metodologi dan metode penelitian, dan bahkan paradigma dapat mempengaruhi struktur kehidupan sehari-hari kita maupun dalam sebuah organisasi.

Paradigma dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan sebuah kerangka pemikiran atau pola pandangan umum tentang suatu hal. Dalam ilmu pengetahuan, paradigma mengacu pada teori atau pandangan besar tentang suatu bidang pengetahuan yang mempengaruhi bagaimana ilmuwan memahami dan mempelajari fenomena tertentu. Paradigma dapat mempengaruhi apa yang dianggap sebagai masalah penting untuk dikaji, bagaimana masalah tersebut dianalisis, dan apa yang dianggap sebagai solusi atau jawaban yang sah atau valid.

Peran Filosofi
Filosofi paradigma akan memainkan peran penting dalam membentuk cara pandang dan memahami dunia. Beberapa contoh paradigma yang mendasari dalam ilmu pengetahuan meliputi:

1.Positivisme, filosofi dasar dari paradigma ini adalah empirisme, yaitu keyakinan bahwa pengalaman indera adalah sumber utama pengetahuan. Pandangan positivistik menyatakan bahwa hanya fakta yang dapat diuji secara obyektif dan verifikasi melalui eksperimentasi yang dapat diterima sebagai bukti ilmiah.

2.Interpretatif, paradigma ini didasarkan pada filosofi hermeneutik, yaitu keyakinan bahwa pemahaman dan interpretasi subjektif memainkan peran penting dalam pemahaman ilmiah. Pandangan interpretatif sumbernya bahwa realitas ilmiah tidak statis, tetapi berubah seiring dengan perubahan pandangan dan pemahaman.

3.Kritis, paradigma ini didasarkan pada filosofi kritik sosial, yaitu suatu keyakinan bahwa ilmu pengetahuan tidak netral dan tidak dapat dipisahkan dari aspek sosial, politik, dan historis yang mempengaruhinya. Pandangan kritis menyatakan bahwa ilmu pengetahuan harus dianalisis secara kritis untuk memahami bagaimana hal itu mempengaruhi masyarakat dan memastikan bahwa hal itu tidak memperpetuasi kebijakan dan praktik yang tidak adil.

4.Konstruktivisme, paradigma ini didasarkan pada filosofi konstruktivisme, yaitu keyakinan bahwa realitas ilmiah dikonstruksi melalui interaksi antara ilmuwan dan lingkungan mereka. Pandangan konstruktivistik menyatakan bahwa realitas ilmiah bukan merupakan refleksi objektif dari dunia, tetapi merupakan hasil dari konstruksi yang dilakukan oleh ilmuwan.

Dalam sejarah filsafat, perbedaan paradigma sering terjadi antar filsuf dan aliran filosofi yang berbeda. Sejarah filsafat mencatat para ilmuwan juga dapat sikap yang berbeda tergantung pada bidang kelimuan mereka dan bagaimana mereka memahami tugas dan tujuan ilmu pengetahuan. Misalnya meliputi perbedaan pardigma antara filsuf realis dan nominalis tentang apakah konsep abstrak memiliki realitas objektif atau hanya merupakan konstruksi mental.

Perbedaan paradigma antara filsuf determinist dan filsuf yang mempercayai kebebasan bebas pilihan memperdebatkan apakah tindakan manusia ditentukan oleh faktor-faktor luar atau memiliki aspek bebas pilihan.

Beberapa bidang ilmu mungkin lebih memfokuskan pada metode positivistik, sementara yang lain lebih memfokuskan pada metode interpretatif. Dalam beberapa kasus, ilmuwan mungkin memadukan element dari kedua paradigma atau memiliki pandangan yang lebih kompleks dan tidak dapat dikategorikan sebagai salah satu dari kedua paradigma tersebut.

Misalnya, Aristoteles, seorang tokoh filsuf terkemuka dari zaman klasik, memiliki pandangan yang berbeda tentang beberapa hal, seperti ontologi, epistemologi, etika, dan logika, dibandingkan dengan filsuf lain seperti Plato, Epicurus, dan Stoicism.

Aristoteles memiliki pandangan realis tentang dunia dan mempercayai bahwa benda-benda memiliki esensi atau sifat yang membedakan mereka dari benda lain. Ia juga mempercayai bahwa pengetahuan dapat dicapai melalui pengalaman dan observasi, sementara filsuf seperti Plato mempercayai bahwa pengetahuan dapat dicapai melalui pemikiran abstrak.

Aristoteles juga memiliki pandangan yang berbeda tentang etika dan moralitas. Ia mempercayai bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan, dan bahwa hal ini dapat dicapai melalui tindakan rasional dan mengikuti aturan moral. Ini berbeda dengan pandangan filsuf seperti Epicurus, yang mempercayai bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk menghindari penderitaan dan mencari kebahagiaan, dan ini tetap diperdebatkan hingga sepanjang sejarah filsafat Yunani Kuno.

Perbedaan paradigma antara Aristoteles dan filsuf lain memainkan peran penting dalam pengembangan filsafat Yunani Kuno dan memberikan wawasan dan perspektif baru tentang beberapa hal. Namun, meskipun ada perbedaan pandangan, banyak dari filsuf yang berbeda juga memiliki beberapa pardigma yang sama dan mempengaruhi satu sama lain, sehingga perbedaan paradigma seringkali membantu meningkatkan pemahaman dan memperluas wawasan.

Perselisihan paradigma
Perselisihan paradigma dapat menyebabkan konflik antar individu, kelompok, atau disiplin ilmu, dan dapat mempengaruhi bagaimana penelitian dan pemahaman ilmiah dilakukan. Misalnya, dalam sosiologi, ada perbedaan pendapat antara para teoretikus tentang bagaimana fenomena sosial harus diterima dan dipahami. Namun, perselisihan paradigma juga dapat menyebabkan kekacauan dan konflik yang tidak perlu, terutama jika individu atau kelompok tidak bersedia untuk mempertimbangkan pandangan yang berbeda atau untuk mencari solusi yang diterima bersama.

Perselisihan paradigma harus dikelola dengan baik dan harus mempertimbangkan pendapat dan pandangan yang berbeda secara rasional dan profesional. Ini dapat membantu untuk mengatasi perselisihan dan memperkuat pemahaman dan penelitian ilmiah secara keseluruhan. Meskipun perbedaan paradigma dapat memunculkan konflik dan perdebatan, juga membantu meningkatkan pemahaman dan memperluas wawasan, sebagai hasil dari debat dan diskusi yang intensif.

Oleh karena itu, perselisihan paradigma dapat menjadi alat yang berguna bagi perkembangan ilmu dan filsafat, meskipun harus diatur dan dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab dan objektif. Dengan memahami paradigma, seseorang dapat memiliki pemahaman yang kuat dan stabil tentang hal-hal yang mereka percayai dan memastikan bahwa pandangan tersebut tetap relevan dan akurat.

Hubungan paradigma dan teori
Teori pada gilirannya merupakan suatu sistem pemikiran atau model yang menjelaskan suatu fenomena atau menguraikan hubungan antar variabel. Suatu teori biasanya berkembang dalam konteks suatu paradigma yang lebih besar. Dalam paradigma sosiologi, misalnya, ada teori-teori seperti teori konflik, teori simbolis, dan teori fungsionalis. Setiap teori ini menjelaskan fenomena sosial dalam cara yang berbeda dan memiliki pandangan yang berbeda tentang bagaimana sosialisasi dan interaksi sosial berlangsung.

Paradigma mempengaruhi bagaimana teori dikembangkan dan dipahami, bahkan mempengaruhi apa yang dianggap sebagai teori yang berlaku dan valid. Ilmuwan juga dapat memiliki sikap yang berbeda tergantung pada bidang studi mereka dan bagaimana mereka memahami tugas dan tujuan ilmu pengetahuan. Secara umum, penting bagi ilmuwan untuk memahami berbagai paradigma dan mengevaluasi sikap dan metode untuk memastikan bahwa mereka dapat melakukan penelitian yang valid dan memperoleh hasil yang dapat dipercaya.


Malang, 15 Februari 2023

Penulis : Syifa Saputra
Dosen Prodi Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Almuslim